Lima belas tahun aku telah menikah dengan suamiku. Dia seorang yang biasa-biasa saja, pekerja keras, ulet dan sangat peduli dengan urusan rumah. Pada prinsipnya, rumah kami selalu terawat dengan baik, selalu terlihat rapi. Walau tidak besar, rumah kami terasa nyaman, tidak akan ada cat dinding yang akan terbiar mengelupas atau serapan-serapan langit-langit yang bocor ataupun kayu-kayu lapuk.
Suamiku akan memastikan bahwa rumah tempat bernaung istri dan anak-anaknya selalu dalam kondisi baik. Semuanya sangat baik-baik saja. Tapi dari semua yang baik-baik saja ini, mengapa aku selalu merasa kering dan hampa. Aku ingin suamiku lebih banyak bercakap-cakap, tidak hanya membenahi ini dan itu, tidak hanya berbicara padaku untuk memastikan tagihan-tagihan sudah dibayar saja atau anak-anak sudah belajar atau belum. Saat melihat suamiku asyik memperbaiki sesuatu, entah di dalam rumah atau di luar rumah mengapa rasanya aku ingin mengetok kepalanya agar dia mau meninggalkan kesibukannya dan berbicara padaku. Yah! Aku ingin suami yang berbicara padaku, berbicara bukan tentang rutinitas sehari-hari, berbicaralah tentang hal-hal yang manis, berbicaralah tentang layaknya pasangan suami istri yang dimabuk cinta. Oh! Aku tahu aku tidak boleh menuntut, aku telah sering mendapat nasehat dari teman-temanku bahwa aku adalah orang yang sangat beruntung mendapat suami yang baik dan setia dan bahwa banyak wanita di luar sana yang sangat menderita akibat ulah suami mereka yang macam-macam.
Aku seharusnya mensyukuri rumah tanggaku. “Itu semua teorinya, tetapi hatiku menginginkan hal yang lain.” Kata hati kecilku sangat tersiksa. “Aku bosan dengan keadaan kita, Pa.” Kataku suatu hari terus terang. “Lalu kamu maunya apa?” Tanya suamiku tampak tenang. “Aku ingin kau lebih romantis, lebih banyak bercakap-cakap denganku.” Jawabku. “Kau tahu, dari dulu aku tidak bisa begitu. Aku tidak tahu bagaimana caranya.” Jawabnya masih tampak tenang. “Tapi kau mau berusaha tidak?” Serangku sengit. “Pentingkah hal itu sampai aku harus melakukan sesuatu yang aku tidak bisa?” Tanyanya. “Penting buatku, aku bisa mati bosan. Aku tersiksa dengan kebosanan!” Teriakku, dan airmataku mengalir begitu saja tanpa kusuruh ataupun kubuat-buat.
Aku yakin suamiku akan sangat marah dengan teriakanku itu. Lama suamiku terdiam, kemudian ia mendekatiku, memelukku dan berkata, “Kau tahu sayang, bertahun-tahun kupastikan rumah ini dalam keadaan baik karena aku tahu kau mudah khawatir dengan keadaan kotor. Aku berhasil membuatmu tidak meneriakiku tentang rumah. Tapi aku lupa memperhatikan suasana hatimu. Maafkan aku. Aku berjanji akan berusaha lebih baik.” Kata suamiku sambil mengusap rambutku. Ia tidak marah… Malam itu kami pergi makan malam berdua saja, bergandengan tangan. Anehnya, walau tetap belum terlalu banyak berkata-kata, tetapi sekarang aku tahu niat sungguh suamiku untuk berusaha lebih baik.
" Setiap orang punya cara tersendiri dalam mencintai pasangannya, hanya terkadang hal tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman. "
Sumber : Catatan FB Sany N.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar